
Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K Warta Ekonomi
JAKARTA – Ratusan miliar rupiah disita dan ribuan rekening diblokir, namun perang melawan judi online di Indonesia dinilai masih menyentuh permukaan. Penegakan hukum selama ini dianggap terlalu fokus pada level hilir—menangkap pemain, admin, dan pengepul rekening—sementara akar masalahnya, yakni lembaga keuangan yang melahirkan rekening tersebut, masih aman terselubung.
Data Bareskrim Polri yang mencengangkan menunjukkan penyitaan Rp 194,7 miliar dari 865 rekening hanya dalam lima bulan pertama 2025, ditambah Rp 154,3 miliar dari 811 rekening pada Agustus. Namun, menurut Sekretaris Pendiri Indonesia Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, angka ini hanyalah puncak gunung es dari jutaan rekening yang aktif menyokong gurita judi online.
“Polisi selama ini fokus ke pelaku lapangan. Padahal, rekening tidak mungkin lahir tanpa pintu dari bank atau lembaga keuangan non-bank. Ini adalah sumbernya,” tegas Iskandar, Kamis (28/8/2025).
Dasar Hukum Kuat, tapi Keberanian Masih Kurang
Menurut Iskandar, perangkat hukum di Indonesia sudah lebih dari cukup untuk menyeret bank yang lalai ke meja hijau. Ia memaparkan tiga pilar hukum utama:
- UU TPPU (No. 8/2010): Secara gamblang menyatakan siapapun yang membantu menyamarkan hasil kejahatan dapat dipidana. Kelalaian bank memverifikasi data nasabah sudah masuk dalam kategori ini.
- UU Perbankan (No. 10/1998): Mewajibkan bank menjalankan prinsip kehati-hatian. Pelanggaran prinsip ini, apalagi jika rekeningnya dipakai untuk menampung dana dari situs seperti Situs BAKULWIN dan sejenisnya, tidak seharusnya hanya berbuah sanksi administratif.
- POJK APU-PPT (No. 8/2023): Telah mewajibkan verifikasi biometrik dan enhanced due diligence. Kegagalan menjalankannya semestinya berkonsekuensi pidana dan perdata, bukan sekadar denda.
“Instrumen hukumnya lengkap. Yang kurang adalah political will atau keberanian politik dari aparat penegak hukum untuk menggunakannya,” tandas Iskandar.
Audit BPK: Peta Jalan untuk Penyelidikan Polisi
Ironisnya, bukti kelemahan sistemik perbankan nasional sudah terpampang jelas dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama hampir satu dekade (2015-2024). Temuan-temuan ini seharusnya menjadi pintu masuk bagi Polri.
Beberapa temuan kunci BPK meliputi:
- Ribuan rekening dormant milik Pemda dengan saldo miliaran.
- Identitas palsu yang lolos prosedur Know Your Customer (KYC).
- Transaksi mencurigakan yang tidak dilaporkan.
- Pembukaan rekening digital hanya dengan swafoto tanpa validasi memadai.
- 15 kasus fraud by omission yang melibatkan oknum bank.
“Temuan audit ini adalah bukti bahwa pagar keuangan kita bolong dari dalam. Ini adalah peta jalan yang sudah disiapkan untuk Polisi, tidak sulit lagi mencari bukti awal, bukan?” ujar Iskandar.
Mengapa Bank Selalu Lolos?
Iskandar mengidentifikasi beberapa faktor yang membuat perbankan seolah kebal hukum dalam kasus judi online:
- Fragmentasi Pengawasan: OJK hanya memberi sanksi administratif, PPATK sebatas analisis, dan Polisi fokus pada pelaku lapangan.
- Pembuktian Rumit: Niat jahat atau kelalaian bank sering dianggap pelanggaran administratif, bukan pidana.
- Political Economy: Anggapan bahwa bank adalah pilar ekonomi membuat aparat enggan melakukan penindakan hukum yang keras.
- Belum Ada Yurisprudensi: Belum ada putusan pengadilan yang menghukum bank terkait rekening judi online.
Solusi Komprehensif: Naik Kelas dan Sanksi Berlapis
Untuk memutus siklus ini, Iskandar mendorong pendekatan yang lebih fundamental. Polisi harus “naik kelas” dengan tidak hanya menyita rekening, tetapi juga mengembangkan penyidikan terhadap bank penerbit menggunakan UU TPPU.
Ia menyarankan pembentukan tim audit forensik gabungan (PPATK, OJK, Bareskrim) untuk memetakan bank mana yang paling sering dimanfaatkan bandar. Langkah selanjutnya adalah menerapkan sanksi berlapis, mulai dari denda, pidana bagi oknum, hingga gugatan perdata.
“Tekanan publik juga penting. Publikasikan daftar bank atau fintech dengan jumlah rekening judi terbanyak. Biarkan mereka merasakan sanksi sosial dan reputasi,” usulnya.
“Jika hanya pemain yang ditangkap sementara pabrik rekeningnya aman, maka judi online tidak akan pernah selesai. Sudah saatnya pagar utama sistem keuangan kita tidak lagi bolong dari dalam!” pungkasnya.